Jumat, 21 November 2008

Hari Rabies seDunia

Saat ini seluruh dunia bergabung untuk memerangi penyakit anjing gila (rabies). Untuk pertama kalinya dunia menetapkan bahwa tanggal 8 September 2007 sebagai Hari Rabies seDunia atau World Rabies Day. Hari rabies sedunia bertujuan

untuk mengajak seluruh masyarakat dunia untuk beraksi mengenang korban penyakit rabies yang meninggal selama setahun. Ini merupakan hari di mana setiap orang memperoleh informasi dan pembelajaran tentang kenyataan penyakit rabies.
Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies, dan ditularkan melalui gigitan hewan penular rabies terutama anjing, kucing dan kera. Virus ini berada di air liur dan biasanya berpindah atau menyebar dari hewan ke hewan atau hewan ke manusia (zoonosis). Virus ini juga menyebar melalui jilatan, ketika air liur yang terkontaminasi bersentuhan langsung dengan luka yang terbuka, mulut, mata dan hidung.
Rabies telah memakan korban kurang lebih 55.000 korban setiap tahunnya bahkan sekitar satu orang meninggal dalam waktu 10 menit akibat rabies di seluruh dunia. Sebagian besar korban yang meninggal akibat rabies berada di negara-negara Asia dan Afrika dimana anjing rabies adalah umum. Masyarakat yang paling rentan menderita rabies adalah anak-anak. Hampir 50% korban yang meninggal berusia di bawah 15 tahun. Berdasarkan laporan OIE (Organization International des Epizooties) menyatakan bahwa penyakit Rabies di negara berkembang merupakan urutan nomor 2 (dua) yang paling ditakuti wisatawan mancanegara setelah penyakit malaria.
Rabies di Indonesia
Indonesia sebagai salah satu negara di kawasan Asia tidak lepas dari kasus Rabies. Di Indonesia Rabies pertama kali dilaporkan pada kerbau oleh Esser (1884), kemudian oleh Penning pada anjing (1889) dan oleh E.V. de Haan pada manusia (1894). Secara kronologis tahun terjadinya kasus Rabies ditemukan di Jawa Barat (1948), Sumatera Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur (1953), Sumatera Utara (1956), Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara (1958), Sumatera Selatan (1959), DI. Aceh (1970), Jambi dan Yogyakarta (1971), Bengkulu, DKI Jakarta dan Sulawesi Tenggara (1972), Kalimantan Timur (1974), Riau (1975), Kalimantan Tengah(1978), Kalimantan Selatan (1983) dan P. Flores (1997). Pada akhir tahun 1997, wabah Rabies muncul di Kabupaten Flores Timur – NTT sebagai akibat pemasukan secara illegal anjing dari Pulau Buton – Sulawesi Tenggara yang merupakan daerah endemik Rabies.
Pada tahun 2004 di Ambon, Maluku jumlah orang yang meninggal akibat rabies sebanyak 21 orang. Sebanyak 5 orang meninggal akibat rabies di Mamuju Utara, Sulawesi Barat. Itu merupakan sebagian contoh kasus rabies di Indonesia yang memakan korban jiwa. Hal ini dikarenakan ketidakpahaman masyarakat tentang penyakit tersebut. Bahkan masih banyak masyarakat yang menganggap bahwa digigit anjing atau kucing adalah hal yang biasa. Dalam hal ini peran pemerintah daerah diperlukan dalam menyampaikan informasi tentang Rabies.
Dalam penanganan kasus Rabies di Indonesia tidak lepas dari peran dokter hewan terutama dalam hal preventive atau pencegahan. Pemberian vaksin pada Anjing, kucing atau hewan-hewan yang diduga dapat menyebarkan Rabies merupakan salah satu tugasnya. Namun masih banyak hal yang dapat dilakukan oleh dokter hewan seperti halnya dalam peredaran hewan. Dalam perdagangan hewan dari dan ke dalam negeri seluruh hewan harus mempunyai izin bebas dari penyakit menular dari dokter hewan bahkan perdagangan hewan dalam negeri terutama antar pulau. Walaupun terkadang terbentur oleh ketidaktegasan hukum yang mewajibkan penanggulangan penyakit hewan oleh dokter hewan.
(Andi Yekti Widodo, IMAKAHI Cabang FKH IPB)

Tidak ada komentar: