Rabu, 04 Maret 2009

Bali Butuh Waktu Setahun

Perlu Bergerak Bersama untuk Bebas Rabies
KOMPAS, Rabu, 4 Februari 2009 00:57 WIB

Denpasar - Pulau Bali bisa bebas kembali dari rabies dalam waktu maksimal satu tahun apabila penanganannya diperkuat dan dipercepat. Salah satunya adalah optimalisasi vaksinasi dari daerah terpapar (Badung dan Denpasar) ke daerah terancam.


Daerah yang terancam ini tersebar di tujuh kabupaten lain di Bali. ”Sekarang keputusan ada di tangan gubernur dan pemerintah pusat. Soal sumber daya manusia kami tidak kekurangan. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana siap menerjunkan 1.000 orang per hari untuk membantu vaksinasi,” kata Dr drh Gusti Ngurah Mahardika, peneliti dari FKH Universitas Udayana dalam Diskusi Ilmiah Percepatan Penanggulangan Rabies yang digagas FKH Unud di Denpasar, Selasa (3/2).

Mahardika mengakui, upaya vaksinasi terhadap hewan penular rabies (HPR), seperti anjing, kucing, dan kera, terutama anjing di Bali, sangat berat karena populasi anjing yang tinggi dengan kerapatan sangat padat. Berdasarkan data Yayasan Yudisthira Swarga, sebuah LSM yang bergerak dalam pengendalian populasi anjing, jumlah anjing di Bali sekitar 540.000 ekor atau 96 ekor per kilometer persegi. Menurut estimasi Dinas Peternakan Bali, populasinya 360.000-400.000 ekor. Namun, ia menegaskan, vaksinasi terhadap HPR dapat ”menutup gerak” penularan virus rabies apabila dilakukan secara optimal.

Hingga Januari lalu, vaksinasi HPR di Badung dan Denpasar belum optimal. Vaksinasi baru dilakukan pada 36.191 ekor HPR. Jumlah ini 34,2 persen di Badung dan 26,26 persen di Denpasar dari total populasi HPR di dua daerah itu. Di samping itu, eliminasi anjing liar di Bali baru dilakukan terhadap 818 ekor.

”Kami minta pemerintah bekerja sama dengan LSM, kalangan kampus, serta desa adat secara lebih optimal agar lebih fokus dan tepat sasaran. Sebab, sebenarnya virus rabies mudah dikendalikan karena penularannya terbanyak hanya melalui gigitan. Jika bergerak bersama, maksimal satu tahun kita bisa bebas rabies lagi,” kata Mahardika.

Praktisi hewan kecil yang juga mantan penyidik di Balai Penyidikan Penyakit Hewan Wilayah VI Denpasar, drh Soeharsono PhD, menyatakan, vaksinasi antirabies hanya di daerah tertular atau terpapar tidak menjamin berhasil memotong penularan rabies secara lebih luas.

Buktinya, rabies di Bali sudah ditemukan pada anjing di Legian (Kuta Utara) dan Denpasar. Kebijakan sama sebelumnya adalah hanya melakukan vaksin di Kecamatan Kuta Selatan sebagai daerah ditemukannya rabies di Bali pertama kali, September 2008.

”Tetap ada kemungkinan untuk hewan penular, seperti anjing liar bermigrasi, atau dibawa warga ke daerah lain yang belum tertular. Apalagi vaksin baru benar-benar menjadi imunitas sekitar dua pekan pascavaksin. Untuk itu, agar penularan rabies tidak meluas lagi, vaksinasi harus segera digelar di luar daerah tertular atau terpapar,” katanya.

Tidak ada komentar: