Rabu, 17 Desember 2008

Becerminlah pada Hewan - Pergeseran Nilai-nilai Moral

KOMPAS Rabu, 17 Desember 2008 13:32 WIB (UTI)
Ketika manusia sudah tidak lagi peka, tidak lagi dapat memanusiakan manusia, bahkan tidak lagi menyadari hakikat bahwa dirinya adalah manusia, cobalah becermin pada hewan.

Demikian ajakan perupa Zaenal Arifin lewat pameran seni rupa bertajuk "Fabulous Fable" di Semarang Contemporary Art Gallery, Kota Semarang, 13-23 Desember 2008.

Fabel adalah dongeng tentang pelajaran moral dengan menggunakan binatang terutama sebagai karakternya. Jadi, binatang menjadi obyek utama dalam setiap karya yang ditampilkan.

Karya-karya Arifin tersebut menggambarkan ironi kehidupan yang kini marak terjadi. Tengok saja karya berjudul "Kisah Kucing dan Tikus", yakni seekor tikus dengan sangat tenang menghadapi kejaran kucing yang hendak menangkapnya. Karya itu menggambarkan bagaimana seorang koruptor masih tetap angkuh dan merasa "suci", serta tetap harus dihormati meski telah mencuri.

Goresan kuas yang lain misalnya karya "Tikus Nyusu Cindil" (tikus menyusu pada anak tikus). Begitu tidak tahu dirinya penguasa negara ini, orang-orang yang lemah justru harus menolong mereka yang kuat. Rakyat banyak yang menderita kesulitan mendapat pertolongan, sedangkan pengusaha besar dengan mudah mendapatkannya.

"Saya hanya ingin mengajak becermin pada hewan. Sekarang ini, jika becermin kepada sesama manusia hasilnya sama saja, karena tidak ada lagi orang yang benar-benar dapat menjadi panutan," kata Arifin.

Oleh karena itu, dia memakai simbol hewan dalam karya lukisnya. Ketika manusia berkaca pada manusia yang lain, besar kemungkinan manusia itu tidak menyadari hakikatnya sebagai seorang manusia.

Namun, ketika hewan menjadi contoh kelakuan manusia, seharusnya manusia menyadari dirinya adalah manusia, yang memiliki pikiran dan perasaan.

Pergeseran nilai moral

"Jelas terjadi pergeseran nilai-nilai moral. Meski memiliki etika dan sopan santun, manusia kini seperti zombi, mayat hidup, cenderung tidak berperasaan. Jika manusia seperti itu, apa bedanya dengan hewan?" gugat Arifin.

Menurut Arifin, babi atau tikus merupakan contoh hewan yang paling komunikatif dan mudah dipahami. Babi identik dengan kebiasaan malas, sedangkan tikus melambangkan koruptor dan pencuri. Keduanya sangat efektif untuk menyampaikan cermin yang satir kepada manusia.
Kurator Eddy Soetriyono menilai, fabel di tangan Arifin sering kali bukanlah sekadar dongeng. "Fabulous Fable" mampu mencuatkan ironi-ironi halus yang kompleks.

Eddy menyebutkan, ada kritik, ironi, sinisme, sarkasme, lelucon, atau permainan yang tidak memiliki makna tunggal dalam setiap hasil karya Arifin.

Tidak ada komentar: